Cerpen Humor Sarkasme SatirKecelakaan Beruntun – Ini kisah humor satir sarkasme tentang pahit getirnya kehidupan. Menceritakan tentang tindakan tolol yang harus dibayar mahal dengan kehancuran. Dimana realita tak pernah jadi pembelajaran agar jadi lebih baik, malah melakukan tindakan konyol. Sengaja melanggar hukum sebab akibat. Ibarat sudah tahu bahwa bermain api itu bisa terbakar, tapi tetap dilakukan juga. Gambarannya seperti cerita lucu konyol namun menyedihkan seseorang yang mengalami kecelakaan tragis beruntun di suatu hari yang naas berikut ini.
Adalah Mat Somplak, seorang lelaki miskin yang sok gaya. Dandanannya selalu perlente ala eksekutif muda meskipun pengangguran. Hasil kerja istrinya dipakai buat foya-foya. Dengan dalih ingin menjajaki bisnis ini itu, Mat Somplak berhasil memoroti sang istri. Uang tersebut sama sekali tidak dipakai untuk modal usaha. Melainkan buat “biaya kenakalan” di diskotik, karaoke, panti pijat plus dan tempat maksiat lainnya.
Mat Somplak itu tipe pria pecundang yang tak tahu diuntung. Meski sudah punya istri cantik dan mapan, tetap saja tebar pesona di mana-mana. Dengan trik modus (modal dusta) ala Don Juan, dia memperdayai banyak wanita. Bukan hanya cewek lajang, wanita bersuamipun diembat juga.
Salah satun korban rayuan gombalnya adalah seorang gadis ingusan, sebut saja namanya Mawar. Ganis alay nan centil dengan akun fb cewekimoetingindicinta itu rela menyerahkan jiwa raga pada Mat Somplak hanya karena menghindari status jomblo. Hasilnya? Kecelakaan hingga positif hamil tiga bulan!
Kecelakaan pertama bagi Mat Somplak terjadi pada pukul 19.30 WIB
Saat itu Mawar meminta pertanggungjawaban atas janin dalam kandungannya pada Mat Somplak. Tapi seperti kebanyakan penjahat kelamin, boro boro mau menikahi, Mat Somplak justru tak mengakui bahwa itu adalah sahamnya. “Bisa aja itu hasil kerja bakti orang lain,” begitu alasan Mat Somplak.
Mawar marah. Hati nuraninya menjerit. Kehormatannya sebagai wanita bagai terbenam lumpur paling nista. Dalam rasa kalut, geram dan putus asa, dia mendorong tubuh Mat Somplak hingga tersungkur di jalan. Pada saat bersamaan, sebuah becak melindas tangannya. Untung hanya becak, sehingga tangan Mat Somplak tak sampai patah, hanya keseleo. Tapi itu cukup membuatnya meringis kesakitan.
“Itu balasan atas tangan yang suka gerayangan tapi tak mau bertanggung jawab!” teriak Mawar diantara uraian air mata. Mengurungkan niat orang di sekitar yang semula berniat menolong Mat Solar, berganti dengan pandangan mencemooh. Celutukan pedas dan ejekan dari kerumunan orangpun harus diterima Mat Solar dengan muka merah padam.
“Dasar laki-laki hidung belang!”
“Penjahat kelamin!”
“Buaya buntung!”
“Sunat lagi aja tuh burung kalau tak mau tanggung jawab!”
Mat Solar lari tunggang langgang sambil menutup telinga. Tak tahan dengan caci maki orang di jalan. Sakit di tangannya sudah tak dihiraukan. Sebelum diarak bugil oleh orang sekampung, lebih baik kabur sejauh-jauhnya. Begitu pikir Mat Somplak.
Kecelakaan kedua terjadi pukul 20:30
Saat itu Mat Somplak sampai di depan rumah dengan napas hampir putus setelah lari sejauh 2 km. Saat membuka pintu, tiba-tiba sebuah cobek batu mendarat mulus di jidatnya. Mat Somplak meraung kesakitan. Jidatnya berdarah. Kepalanya terasa berputar diantara bintang. Pandangannya agak kabur, menatap sang istri yang berdiri di depannya sambil berkacak pinggang.
“Kenapa kau lakukan ini padaku, sayang?” tanya Mat Somplak sambil bersandar di pintu. Tangan kirinya penuh darah memegangi kening. Sedang tangan kanannya lunglai tak berdaya setelah terlindas roda becak.
“Tutup mulut berbisamu itu!” sentak sang istri tanpa belas kasihan. “Harusnya aku yang tanya, kenapa kau lakukan ini padaku? Tiap hari aku kerja keras banting tulang untuk dirimu. Tapi apa balasannya? Kau khianati aku. Kau selingkuhi aku. Kurang apa aku coba?”
“A... apa maksudmu? Aku... aku sama sekali tak mengerti...” Mat Somplak masih berlagak pilon. Biasa, mana ada maling yang ngakuin perbuatannya begitu saja?
“Jangan kura-kura di tiang bendera deh...” sang istri melotot. Napasnya memburu menahan marah. “Barusan ada perempuan bernama Mawar yang nelpon aku. Ayo, berani bilang kau tak mengenalnya... Aku hantam kepalamu pakai kulkas!”
Wajah Mat Somplak pucat pasi. Bukan saja karena sudah tak bisa mengelak lagi. Dia juga takut kepalanya benar-benar dilempar kulkas. “Sabar sayang... Aku bisa jelasin semuanya...” katanya melas.
“Sudah, tak ada yang perlu dijelasin lagi. Angkat kaki dari rumah ini sekarang juga!” teriak si istri sambil mendorong tubuh Mat Somplak keluar rumah.
“Mohon maafin aku, sayang... Tolong kasih aku kesempatan sekali saja. Aku janji tak akan selingkuh lagu. Demi Tuhan aku bersumpah...” Mat Somplak merengek, memohon bagai anak kecil yang tak berdaya. Tapi istrinya seolah tak mendengar dan membanting pintu dengan keras. Brak!!
Sungguh menyedihkan. Mat Somplak menangis. Duduk bersimpuh sambil mengetuk ketuk daun pintu. “Tolong bukain pintu sayang... Kalau kau mengusirku, aku tinggal dimana?” ratapnya pilu.
“Bodo amat!” teriak sang istri dari dalam. Suaranya jelas diantara isak tangis kepedihan. “Cepat pergi atau aku panggil polisi!!”
Mendengar keributan, para tetangga keluar rumah dan bergerombol di luar pagar sambil bisik bisik. Tapi mereka tak berani untuk mendekat. Hanya memandang dengan senyum sinis. Mereka sudah menduga apa yang terjadi. Bukan tanpa alasan. Di kompleks ini, Mat Somplat dikenal suka tebar pesona dan menggoda anak gadis atau para istri. Bahkan, pembantu rumah tanggapun tak luput dari rayuan gombalnya.
Mat Somplak melangkah lunglai meninggalkan rumah. Diiringi pandangan mengejek tetangga, lalaki pecundang ini berjalan gontai menyusuri temaramnya jalan kompleks perumahan. Tanpa arah tujuan. Tanpa harapan.
Kecelakaan ketiga terjadi pukul 23.30 WIB
Hampir tiga jam Mat Somplak berjalan gontai. Pikirannya berkecamuk diantara beribu penyesalan. Bukan menyesal akan dosa masa lalu. Tapi Menyesal karena tak cukup pandai menyimpan bangkai. Menyesali nasib yang kini kembali jadi gelandangan. Meninggalkan segala fasilitas yang diberikan istrinya tanpa harus keluar keringat.
Tapi apa hendak dikata. Nasi sudah menjadi bubur. Harapannya tinggal satu. Kembali mencari korban wanita kaya yang bisa memberikan segala kemewahan. Tapi di tengah malam seperti ini, dimana dapat menemukan wanita seperti itu? Sedang HP dan dompetnya sudah tak ada di kantong. Entah jatuh atau dicopet orang waktu kecelakaan yang pertama tadi.
Mat Somplak terus berjalan. Dia tak sadar tengah melewati perlintasan kereta api. Dia juga tak sadar, sebuah kereta api ekspress tengah melaju kencang. Teriakan penjual rokok yang memperingatkannya, sama sekali tak terdengar. Dan yang akan terjadi, maka terjadilah. Tubuh Mat Somplak tersambar kereta api.
Kecelakaan keempat terjadi pukul 03.00 dini hari
Hidup mati manusia ada di tangan Tuhan. Tertulis dalam takdir tiap individu tanpa dapat ditolak. Demikian yang terjadi pada Mat Somplak. Dua jam lamanya, tubuh lelaki itu terbujur kaku bersimbah darah di tepi rel kereta api. Jadi tontonan orang sebelum petugas kepolisian datang mengevakuasi jasadnya dalam kantong mayat.
Semua orang menyangka ia telah tewas. Bahkan, sesampainya di rumah sakit, dokter langsung memerintahkan petugas medis untuk membawanya ke kamar jenazah. Tapi kehendak Tuhan berkata lain. Saat dua petugas rumah sakit mendorong “mayat”nya memasuki kamar mayat, tiba-tiba Mat Somplak hidup kembali!
“Hantu....!!” petugas yang mendorong kereta berteriak ketakutan melihat tubuh Mat Somplak tiba-tiba bergerak. Keduanya langsung ambil langkah seribu, lari tunggang langgang. Mereka tak peduli, pada nasib Mat Somplak yang meronta-ronta berusaha keluar dari dalam kantong mayat.
Karena posisi lantai menurun, kereta mayat itupun meluncur turun. Orang-orang yang melihat bukannya menolong, malah ikut lari ketakutan. Tanpa ampun, tubuh Mat Somplak yang masih terjebak dalam kantong mayat itupun terpental ke lantai saat keretanya menabrak tiang koridor rumah sakit. Naas, posisi jatuhnya Mat Somplak sangat fatal. Bagian kepalanya tepat membentur lantai.
Mat Somplakpun akhirnya tewas dalam drama kecelakaan beruntun paling konyol sedunia.
TAMAT
Cerpen sarkasme dan satire tentang nasib tragis Mat Somplak di atas bukanlah kisah nyata. Hanya karangan sendiri untuk mengingatkan pembaca bahwa azab Tuhan akan datang pada orang berhati jahat seperti Mat Somplak. Maaf, kali ini sajian kami agak beda. Cerita black humor versi Republik Gondes macam ini emang tak nyaman buat ketawa. Sekedar selingan buat nambah wawasan tentang ilmu perhumoran. Semoga kisah di atas bisa diambil hikmahnya. Wassalam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar